Sudah dalam satu bulan lebih aku tak menyapa. Bukan karena enggan, namun memang jarak di antara kita tak mengizinkan untuk bertatap muka. Hanya bisa menyapa lewat chat atau sesekali telepon, itupun hanya beberapa menit untuk meringankan rasa rindu yang kian hari makin membuatku tak nyaman.
Dulu niatnya gak mau pergi jauh, sekarang takdir malah membuat kita jauh, masa mau ngelawan takdir? Kemungkinan memang rezeki ini ada di tempat kelahiranku, Jakarta. Jadi meniti karir di tempat kelahiran sama dengan merantau kata orang-orang kampungku di pinggiran Jawa sana. Makanya ada yang bilang merantau, ada yang bilang pulang kampung. Haha suka-suka mereka deh, toh semuanya sama aja.
Oh ya hampir lupa, jangan sampai pembaca bingung nih. Namaku Ahmed, lahir di Jakarta, namun besar dan berkembang di Cirebon. Asik ya punya beberapa daerah yang bisa dikunjungi, apalagi ada beberapa kerabat juga di Purwakarta. Akhir tahun jadi bisa mengunjungi beberapa tempat, tadinya seperti itu. Kalau sekarang?
Sekarang berbeda dengan cerita yang aku urai tadi, sekarang aku sudah lulus kuliah dan berkarir dengan cepat, aku tetap bersyukur. Meskipun ya memang keluhan selalu ada, apalagi anak baru lulus sepertiku yang masih banyak kekurangan pengalaman. Kena omelan, kena semprot, kena apa lagi ya, sampe lupa, dan ya lagi-lagi aku harus tetap legowo dengan jalur takdir yang aku terima ini.
Terlebih jika aku menoleh ke belakang, banyak sekali teman-temanku yang sedang mencari lowongan, bukan bermaksud merendahkan ya, tetapi ini untuk mengingat bahwa perjuanganku yang sekarang bukan sebuah main-main ataupun kebetulan semata. Pasti ada alasan mengapa Tuhan menempatkan ku di sini.
Hebatnya lagi, aku bertemu banyak orang hebat, Menteri Perhubungan, Gubernur DKI Jakarta, |Menteri Dalam Negeri, Cawapres, Capres, pokoknya dari orang biasa sampai orang-orang top di negeri ini aku sapa dan aku wawancarai. Senang? Ya tentu. Tapi kalo selaginya down, itu gak enak. Kena omelan gara-gara bikin transkrip lama pas kasus pembunuhan di Kebagusan, Jakarta Selatan. Sedih? Ya iyalah. Marah? Ya pasti marah.
Tapi ternyata Tuhan selalu menunjukan ridho-Nya. Buktinya memasuki bulan ke-3, aku tetap bertahan, meskipun memang secara kualitas agak sedikit menurun dibanding biasanya. ini bawaan badan yang mau istirahat lebih, tapi dipaksa untuk selalu on time tiap pagi. Bangun jam 4 pagi, pulang pasti Isya.
Terlebih jika aku menoleh ke belakang, banyak sekali teman-temanku yang sedang mencari lowongan, bukan bermaksud merendahkan ya, tetapi ini untuk mengingat bahwa perjuanganku yang sekarang bukan sebuah main-main ataupun kebetulan semata. Pasti ada alasan mengapa Tuhan menempatkan ku di sini.
Hebatnya lagi, aku bertemu banyak orang hebat, Menteri Perhubungan, Gubernur DKI Jakarta, |Menteri Dalam Negeri, Cawapres, Capres, pokoknya dari orang biasa sampai orang-orang top di negeri ini aku sapa dan aku wawancarai. Senang? Ya tentu. Tapi kalo selaginya down, itu gak enak. Kena omelan gara-gara bikin transkrip lama pas kasus pembunuhan di Kebagusan, Jakarta Selatan. Sedih? Ya iyalah. Marah? Ya pasti marah.
Tapi ternyata Tuhan selalu menunjukan ridho-Nya. Buktinya memasuki bulan ke-3, aku tetap bertahan, meskipun memang secara kualitas agak sedikit menurun dibanding biasanya. ini bawaan badan yang mau istirahat lebih, tapi dipaksa untuk selalu on time tiap pagi. Bangun jam 4 pagi, pulang pasti Isya.
Sengaja ya cerpen ini gak ada kutipan obrolan, biar ngejengkelin aja dibacanya dan gak punya pembaca, sebeb ini hanya curahan hati dan badan yang letih tapi otak memaksa untuk selalu pada koridornya menuntun tubuh ini bekerja. Dan juga, aku tidak memberitahu apa pekerjaanku, tebak saja, barangkali aku hanya kuli, kuli online tepatnya. Hahaha
****Thanks sudah mau membaca****
#Muhammad Guruh Nuary#
#Penulis adalah Jama Sewoten#
****Thanks sudah mau membaca****
#Muhammad Guruh Nuary#
#Penulis adalah Jama Sewoten#